Pages

Jumat, 31 Mei 2013

Jurnal IPS

JURNAL by rosiwindy

Kamis, 30 Mei 2013

Analisis video

 

 

clip_image001

Diajukan untuk memenuhi syarat penilaian tugas Pendidikan IPS di SD II

clip_image003

Disusun oleh :

Nama : ROSI WINDIYANI RAHAYU

NIM : 06.316.1111.160

Kelas : PGSD D

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUKABUMI 2013

Jl. R. Syamsudin, No. 50 Sukabumi Tlp. (0266) 218345, Fax. (0266) 218342

Website : www.ummi.ac.id E-mail : info_ummi@yahoo.com

 

Menganalisis

Video Tawuran SMA 70 VS STM 712 JR

di Lihat dari :

1. Konteks IPS

2. Konteks IPS tersebut merujuk pada Taksonomi Bloom yang dibuat untuk tujuan pendidikan

3. Apakah Nilai Nasionalisme Kelompok bisa mempengaruhi/merambah ke tingkat global?

4. Perilaku Sosial

5. Solusi

Jawaban:

1. Konteks IPS

clip_image004

1) Psikologi Sosial : dilihat dari aspek ini, dapat disimpulkan bahwa; mental yang lemah, tidak mau dibilang cupu/culun, serta pencarian jati diri, salah persepsi, sikap yang negatif , kurang pemahaman agama bahkan hingga persoalan identitas kelompok dan tempat sekolah. Identitas kelompok yang mengeras dan eksklusif menimbulkan jarak dengan kelompok lain dan amat mudah bergesekan dan menimbulkan konflik seperti tawuran.

2) Politik : dilihat dari aspek ini, dapat disimpulkan bahwa;

Ø Kebijakan dan pengambilan keputuasan dianggap kurang tepat. Misalnya kebijakan UN yang ditetapkan pemerintah turut serta dalam perwujudan konflik/tawuran antar pelajar. Hal ini disebabkan karena para pelajar merasa terkekang dalam sebuah kebijakan menurut mereka telah mengeksploitasi waktu, serta pikiran mereka. Walhasil, mereka akan melakukan upaya untuk terbebas dari aturan-aturan tersebut dengan melampiaskan dalam konfrontasi fisik.

Hal tersebut dimanfaatkan oleh pemegang otoritas untuk melanggengkan statusnya. Memanfaatkannya dengan cara membangun opini publik bahwa para pemuda di Indonesia masih belum mampu menduduki otoritas kekuasaan politik di Indonesia,

Ø Prosedur pendidikan dipemerintah juga berpengaruh terhadap konflik/tawuran yang marak terjadi di Indonesia, pendidikan di Indonesia cenderung memaksakan seorang pelajar untuk berpikir sesuai dengan kurikulum yang dibuat oleh pemerintah. Kurikulum tersebut cenderung mengeksplorasi kemampuan berfikir dari pelajar. Akibatnya para pelajar merasa di penjara oleh fakta sosial pendidikan yang ada sehingga ingin melakukan hal yang menurut mereka di luar dari fakta sosial dan bersifat deviance.

3) Sosiologi : dilihat dari aspek ini, saya bisa menyimpulkan bahwa;

Ø Rasa solidaritas kelompok yang besar terhadap sesama anggota kelompok/teman.

Ø Akibat dari fenomena tersebut kini mengkristal menjadi hal bersifat sistematik. Hal ini disebabkan oleh berbagai macam alasan mulai dari altruisme berlebihan bahkan sampai ke pembalasan dendam.

Ø Aspek hilangnya keteladanan dan anutan (role model) bagi pelajar untuk mencontoh perilaku positif. Cakupan anutan yang biasanya berusia lebih tua itu-mulai dari orangtua, guru, kepala sekolah, hingga para penguasa kita. Inilah buah dari praktik-praktik tak patut pata “orang tua” kita yang menghiasi media dan layar kaca setiap hari. Yakni, praktik seperti korupsi, konflik antar kelompok, kebohongan public, dan lain-lain.

4) Ekonomi : dilihat dari aspek ini, dapat disimpulkan bahwa; tawuran dapat terjadi karena kecemburuan sosial. Karena biasanya para pelaku tawuran adalah golongan pelajar menengah kebawah, ini disebabkan faktor ekonomi mereka yang pas-pasan bahkan cenderung kurang membuat melampiaskan segala ketidak berdayaan lewat aksi perkelahian tersebut, karena diantara mereka merasa/dianggap rendah ekonominya dan akhirnya ikut tawuran agar dapat dianggap jagoan.

5) Geografi : dilihat dari aspek ini, dapat disimpulkan bahwa faktor dari:

Ø Keluarga : rumah tangga yang dipenuhi kekerasan (enatah antar orang tua/pada anaknya) jelas berdampak pada anak. Anak ketika meningkat remaja, belajar bahwa kekerasan adalah bagian dari dirinya, sehingga adalah hal yang wajar kalau ia melakukan kekerasan pula. Sebaliknya, orang tua yang terlalu melindungi anaknya, ketika nremaja akan tumbuh sebagai individu yang tidak mandiri dan tidak berani mengembangkan identitasnya yang unik. Begitu bergabung dengan teman-temannya, ia akan menyerahkan dirinya secara total terhadap kelompoknya sebagai bagian dari identitas yang dibangunnya.

Usia remaja juga merupakan masa pencarian identitas dirinya. Ketika komunikasinya dengan orang tua tidak terjalin dengan baiik, maka penghargaan anak terhadap orang tua pun menjadi berkurang. Akibatnya, apapun nasehat dari orang tua tidak didengarkan.

Selain itu, orang tua yang terlalu otoriter juga menjadi salah satu penyebab anak justru mencari kepuasan dirinya dengan melakukan hal-hal negative (seperti tawuran) dan ia menjadi mudah terpengaruh oleh lingkungan yang justru mendukung perilakunya.

Ø Lingkungan pergaulan : dilihat dari aspek ini, dapat disimpulkan bahwa lingkungan teman sebaya (peer educator) juga sangat menentukan. Karena mayoritas waktunya dihabiskan bersama dengan teman sebaya. Apalagi jika ia mendapat pengakuan lebih dari Peer Educator dibandingkan dengan keluarganya.

Ø Sekolah : dilihat dari aspek ini, dapat disimpulkan Suasana sekolah yang tidak merangsang siswanya untuk belajar juga akan menyebabkan siswa lebih senang melakukan kegiatan di luar sekolah bersama teman-temannya. Seringnya, guru malah lebih berperan sebagai penghukum dan pelaksana aturan. Bahkan otoriter dan seringkali menggunakan cara kekerasan (walau dalam bentuk yang berbeda-beda). Padahal seharusnya, sekolah menjadi tempat yang nyaman untuk siswa mendapatkan pendidikan. Selain itu, perilaku dari guru dan sistem yang ada di sekolah akan menjadi percontohan bagi murid dalam berperilaku. Selain itu, pengawasan dari sekolah pun perlu lebih ditingkatkan. Pihak sekolah harus lebih peka terhadap isu-isu yang beredar di kalangan siswa sehingga dapat cepat ditindak. Pembelajaran tentang agama pun harus lebih ditingkatkan. Setidaknya pembelajaran bahwa konflik antar sekolah tidak harus diselesaikan dengan cara tawuran.

Ø Lingkungan : dilihat dari aspek ini, dapat disimpulkan bahwa lingkungan di antara rumah dan sekolah yang sehari-hari remaja alami, juga membawa dampak terhadap munculnya perkelahian. Misalnya lingkungan rumah yang sempit dan kumuh, dan anggota lingkungan yang berperilaku buruk (misalnya narkoba). Begitu pula sarana transportasi umum yang sering menomor-sekiankan pelajar. Juga lingkungan kota (bisa negara) yang penuh kekerasan. Semuanya itu dapat merangsang remaja untuk belajar sesuatu dari lingkungannya, dan kemudian reaksi emosional.

6) Sejarah : dilihat dari aspek ini, dapat disimpulkan bahwa permasalahan yang sudah mengakar, dalam artian ada sejarah yang mengakibatkan pelajar-pelajar dua sekolah saling bermusuhan. Kadang permasalahan antar pelajar dipicu pula dengan adanya sejarah permusuhan yang sudah ada dari generasi sebelumnya dengan sekolah lain, beredarnya cerita-cerita yang menyesatkan, bahkan memunculkan mitos berlebihan membuat generasi berikutnya, terpicu melakukan hal yang sama.

7) Antropologi : dilihat dari aspek ini, dapat disimpulkan bahwa Dalam kerangka antropologi, tawuran adalah semacam perekat identitas khaas kelompok dan berperan sebagai ritus akilbalig atau inisiasi (rites of passage) bagi para anggota baru kelompok. Dalam masyarakat tradisional, ritus ini bisa berupa tudas perburuan hewan. Namun, dalam konteks sekolah yang memiliki budaya tawuran, ritusnya adalah tawuran itu sendiri. Jadi, seorang pelajar-baru tidak akan dianggap sah menjadi bagian dari kelompok pelajar yang lebih besar jika dia tidak melewati ritus akilbalik berupa tawuran. Sekaligus, ritus tawuran akan menegaskan identitas kelelakian seorang pelajar., sebuah prestasi yang kemudian bisa dibangga-banggakan kepada khalayak lebih luas. “Filosofi” ritus tawuran jadinya adalah upaya menunjukkan kekuatan fisik khas laki-laki yang militant atas orang lain. Akibatnya, terciptalah budaya militerisme. Tanpa melakoni ritus tawuran, seorang pelajar akan diberikan stigma sebagai “warga kelas dua” atau warga belum dewasa yang tidak memiliki martabat dan hak penuh sebagaimana mereka yang sudah melewati tawuran. Stigma inferior itu juga tercermin dalam istilah-istilah ejekan yang dilekatkan kepada siswa anti-tawuran.

Serta alumni juga merupakan salah satu faktor yang tidak bisa dilupakan sebagai faktor penyebab tawuran. Konflik antar pelajar remaja telah menjadi adat dari remaja itu sendiri. Hal ini menciptakan suatu nilai dalam remaja bahwa yang tidak ikut dalam tawuran adalah remaja yang pengecut. Atas dasar inilah, para remaja menjadi bersikap militan terhadap kelompoknya sekalipun mereka tidak mengetahui sebab konflik itu terjadi. Selain itu, ada beberapa siswa yang merasa tertekan dengan doktrin beberapa alumni yang mengatakan bahwa tawuran merupakan adat turun temurun dan diannggap sebagai angkatan yang cupu kalau tidak dilakukan lagi.

2. Konteks IPS tersebut merujuk pada Taksonomi Bloom yang dibuat untuk tujuan pendidikan

Taksonomi yang dibuat untuk tujuan pendidikan. Dalam hal ini, tujuan pendidikan dibagi menjadi beberapa domain (ranah, kawasan) dan setiap domain tersebut dibagi kembali kedalam pembagian yang lebih rinci berdasarkan hirarkinya. Tujuan pendidikan dibagi ke dalam tiga domain, yaitu:

1. Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir.

2. Affective Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri.

3. Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin.[1]

Dapat disimpulkan bahwa, yaitu:

1. Ranah Kognitif : cara untuk meningkatkan ranah tersebut pada pelajar kita dapat meningkatkan pengetahuannya dan keterampilannya dengan merubah kurikulum pada setiap sekolahan yang tidak memberatkan para pelajara.

2. Ranah Afektif : cara untuk meningkatkan ranah ini pada pelajar yaitu dengan cara selalu menanamkan rasa hormat kepada orang yang lebih tua dan menyayangi orang yang lebih muda darinya. Serta tanamkan pemahaman tentang agama sedini mungkin.

3. Ranah psikomotor : cara meningkatkan ranah ini dengan cara kita bisa mengadakan gotong royong setiap seminggu sekali atau mereka diajak untuk kreatif membuat suatu kerajinan tangan yang mereka sukai.

Jadi yang harus ditingkatkannya adalah pada diri para pelajar itu sendiri dengan bantuan orang-orang yang ada disekitarnya. Seperti keluarga, guru-guru dan bisa saja ustad yang ada disekitar rumahnya.

3. Apakah Nilai Nasionalisme Kelompok bisa mempengaruhi/merambah ke tingkat global?

Jika kita lihat dari pengartian Nasionalisme itu sendiri, Nasionalisme merupakan rasa memiliki dan mencintai yang tinggi terhadap tanah air, tempat kelahiran maupun tempat tinggal. Secara sadar atau tidak sadar rasa memiliki ini membuat seseorang individu ataupun sebuah kelompok tergerak dalam rasa persatuan merelakan hidupnya, mempertahankan existensi teriotori tersebut. Nasionalisme dapat bersifat positif bila sejalan dengan rasa kita sebagai warga negara cinta terhadap tanah air kita, namun dapat bersifat negatif bila masih terdapat rasa semaunya atau semena-mena, terhadap kaum atau golongan yang ada dibawah sehingga terjadilah perasaan menguasai dibanding yang lain, sehingga takut tersaingi. Kejadian semacam itu dapat menyebabkan keadaan-keadaan yang dapat memicu perselisihan dalam hubungan sesuatu bangsa ataupun saat berhubungan dengan negara lain(mayall.1944).[2]

Bisa saja, jika nilai nasionalisme itu bersifat positif seperti halnya kalau melihat dari aspek sejarah, zaman kemerdekaan memang menerapkan cinta tanah air dengan positif, yaitu dengan melakukan pembelaan-pembelaan atau kebenaran-kebenaran untuk kemerdekaan bangsa Indonesia yang dilakukan oleh para pahlawan kita. Hal tersebut jelas para pahlawan memberikan makna nasionalis yang positif. Kita paham bahwa di era kemerdekaan bangsa Indonesia sangat tradisional sekali baik fisik maupun material. Bangsa Indonesia tidak memiliki apa-apa, hanya bermodal bambu runcing dan tekat keberanian yang kuat untuk melawan penjajah. Para pahlawan kita terus berjuang demi kebenaran serta mewujudkan kemerdekaan bangsa Indonesia ini, apapun caranya dilakukan demi rakyat Indonesia. Sangatlah besar sekali jasa-jasa para pahlawan kita. Oleh karena itu kita perlu sekali mendoakan, dan mengenang jasa jasa pahlawan bangsa Indonesia. Itu makna nasionalisme yang sangat positif.

Nah jika sekarang ini nilai tersebut bisa mempengaruhi ke tingkat global sama saja jika bersifat positif kita bisa menjaga kerukunan dengan tetangga atau masyarakat lainnya atau masyarakat daerah lain. Atau bisa saja kita mempertahankan negara kita dari kejahatan negara lain.

Tapi tidak dipungkiri juga bisa saja dari nilai nasionalisme yang bersifat negatif yaitu seperti apa makna nasionalisme di era modernisasi ini. Bangsa Indonesia saat ini sedang mengalami krisis, baik social, budaya, mapun agama. Hal itu disebabkan karena bangsa Indonesia kurang memaknai rasa nasionalisme dengan sungguh-sungguh. Banyak kasus atau masalah yang sering terjadi pada bangsa ini. Satu permasalahan belum selesai, datang masalah berikutnya dan seterusnya. Sangat ironis sekali. Masalah korupsi semakin meningkat, hutang Negara semakin lama semakin bertambah, pihak asing ada yang mengintervensi baik budaya maupun ekonomi bangsa Indonesia, hal tersebut karena kita kurangnya rasa cinta tanah air secara mendalam pada bangsa Indonesia ini. [3]

Serta bisa saja nilai nasionalisme itu ada ketika suatu kelompok atau salah satu warga masyarakat suatu daerah mengalami masalah dengan salah satu warga masyarakat daerah lain. Warga tersebut bercerita kepada tetangganya tentang masalah tersebut akhirnya tetangga tersebut menyebar luaskan kepada warga lain. Karena merasa dilecehkan atau tersinggung maka yang tadinya masalah itu hanya dengan satu warga saja, sekarang menjadi meluas. Maka terjadilah perang atau tawuran antar warga desa atau kampung, yang seharusnya tidak terjadi. Ini semua karena warga tersebut menyikapi atau memaknai nilai nasionalisme tersebut dari sudut pandang yang salah dan negatif. Jika memaknainya dengan positif hal tersebut tidak akan terjadi pertikaian atau pun tawuran antar desa ataupun kampung.

Andai kita bisa menerapkan konsep berdikari seperti yang diterapkan oleh Bung Karno, maka Negara ini akan damai dan sejahtera. Rasa gotong royong lebih ditingkatkan demi publik of interest pasti akan lebih baik. Private of interest saat ini lebih mendominasi sehingga rasa gotong royong dan berdikari mulai luntur secara perlahan lahan. Hal tersebut bisa membahayakan rakyat Indonesia. Alangkah Indonesia kita menciptakan rasa nasionalisme dengan menciptakan bangsa yang cinta akan kebenaran. Bangsa yang cinta akan perdamaian. Jujur, adil, maka rakyat akan sejahtera. Wujudkan rasa nasionalisme dengan menghargai perbedaan sesame bangsa Indonesia. Wujudkan dengan rukun tanpa tawuran, demo dan hal negative lainnya. Yang terpenting adalah makna jujur dan adil. Jika makna jujur dan adil diterapkan dengan menyongsong nilai kebenaran maka bangsa Indonesia ini akan menjadi bangsa yang sejahtera. Hindari kepentingan pribadi , utamakan kepentingan golongan atau publik.

4. Perilaku Sosial

Menurut saya hal tersebut termasuk kedalam perilaku sosial yang menyimpang dari nilai-nilai dan kaidah-kaidah yang berlaku. Peyimpangan terhadap kaidah-kaidah dan nilai-nilai dalam masyarakat disebut deviation, serta orang yang berperilaku menyimpang disebut deviants. Serta terdapat tindakan sosial yaitu tindakan afektif (tindkan ini lebih didominasi oleh perasaan atau emosi dan kepura-puraan atau dibuat-buat sehingga dering kali tindakan afektif ini sulit dipahami atau tidak rasional. Misalnya saja tawuran tersebut, mereka hanya ingin memperlihatkan bahwa mereka itu kuat, berani dan selalu mengikuti emosinya tidak memikirkan apa akibat yang akan terjadi. Dilihat dari faktor interaksi sosial adalah imitasi, dan sugesti yang bersifat negatif. Mengapa termasuk ke imitasi karena mereka meniru alumni-alumni mereka untuk melakukan tersebut, tanpa menghiraukan akibatnya. Jika dilihat dari sugesti salah satu anggota kelompok atau pelajar tersebut menerima saja apa yang dikatakan serta apa yang diceritakan kepadanya sehingga dia mengikutinya, tanpa tahu akibatnya juga.

5. Solusi

Dari uraian di atas, dapat kami simpulkan beberapa solusi untuk mengurangi konflik yang terjadi pada pelajar remaja. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menata ulang

kurikulum pendidikan di Indonesia yang sesuai dengan kultur budaya di Indonesia. Hal ini dapat membuat siswa menjadi nyaman dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Apabila siswa merasa nyaman, maka mereka tidak akan mencari kegiatan lain yang dapat mencelakakan diri dan orang lain serta cenderung untuk tidak melakukan penyimpangan. Kenyamanan juga dapat

berpengaruh kepada rasa memiliki dan cinta almamater. Dampaknya, siswa akan memikir dua kali jika akan melakukan tawuran. Karena jelas mencoreng nama baik almamater dan pribadi

Selain itu diharapkan pihak sekolah selaku institusi pendidikan harus mampu menciptakan suasana yang nyaman bagi siswa. Pihak sekolah juga harus mampu membuat kegiatan yang dapat mengisi waktu luang para siswanya. Upaya lain yang dapat dilakukan adalah kontrol dari lembaga inti yakni lembaga keluarga. Dalam sebuah keluarga hendaknya terdapat hubungan

yang komunikatif sehingga dapat menyelesaikan permasalahan yang terjadi di dalam anggota keluarganya. Keluarga dan sekolah merupakan dua aspek penting yang dapat berpengaruh pada kontrol diri dari anak. Harus terjadi komunikasi yang baik antara keluarga – individu – sekolah sehingga keluarga dapat mengetahui perkembangan anak dari segi kognitif maupun perilaku agar anak tidak terlalu jauh terjerumus pada hal-hal negative yang didapatkannya di luar lingkup keluarga. Selain itu, perkuat juga undang-undang yang mengatur tentang tawuran berikut hukumannya.

Kemudian kita bisa merumuskan sejumlah solusi konkret demi memutus mata rantai tawuran yang sudah demikian melembaga. Pertama, mengalihkan rites of passage tawuran yang berbau militerisme kea rah budaya militer yang genuine (sungguhan). Maksudnya, para murid SMU bisa diberikan latihan kemiliteran selama, misalnya satu bulan, sebagai ganti program masa orientasi siswa (MOS). Tujuannya, supaya siswa mendapatkan nilai-nilai militer sejati yang positif: patriotisme, jiwa ksatria, kehormatan, etika, dan lain sebagainya. Dengan begitu, budaya militerisme berubah menjadi budaya militer yang lebih

konstruktif. Pemberian latihan militer ini, sebagai contoh, juga sudah dicoba di sejumlah politeknik dan terbukti berhasil meredam potensi kekerasan di antara mahasiswa. Kedua, kita semua seyogyanya mulai memberikan tingkah-laku penuh teladan kepada para generasi di bawah kita supaya tercipta rasa hormat siswa terhadap mereka yang lebih tua. Terutama lagi yang perlu memberikan teladan adalah orangtua, keluarga dekat adalah orangtua, keluarga dekat, dan guru. Sebab, merekalah yang pada hakikatnya bersentuhan langsung dan dari waktu ke waktu dengan siswa. Terakhir, perlu diberikan suatu pelajaran etika, atau filsafat moral dalam bahasa Kees Bertens (Etika, 1995), dalam kurikulum SMU. Khususnya lagi, etika kepedulian itu seyogiayanya memasukkan kedelapan ciri kepedulian yang diberikan MC Raugust (1992). Satu, etika kepedulian mengutamakan hubungan saling peduli terhadap orang lain. Dua, orang dalam situasi khasnya masing-masing dapat menerima dan memberikan kepedulian itu. Tiga, menjunjung tinggi individulisme. Maksudnya, masing-masing individu sesama pelajar, wartawan, atau siapapun juga wajib diterima sebagai pribadi yang unik dan karena itu mereka

saling membutuhkan satu sama lain. Konsekuensinya, manusia harus mengutamakan saling memberi dan menerima saja kebaikan orang lain. Empat, etika ini berfokus pada pribadi yang konkret, bukan pada sosok yang tak berwajah atau anonym. Lima, keputusan diambil berdasarkan universalitas situasi dan kondisi. Enam, hubungan antar manusia dipandang sebagai proses jangka panjang, bukan jangka pendek. Tujuh, kebaikan (virtue) lebih diutamakan daripada kewajiban berlaku adil (justice). Delapan, perasaan peduli haruslah diikuti dengan aksi yang mensyaratkan kompetensi atau kemampuan untuk melaksanakan aksi tersebut.[4]

Menganalisis

Video Anak di Bawah Umur sedang Menghisap Lem

di Lihat dari :

1. Faktor Penyebab Anak melakukan hal tersebut?

2. Paradigma IPS?

3. Perilaku Sosial

Jawaban :

1. Faktor Penyebab Anak melakukan hal tersebut?

Dilihat dari video tersebut adalah anak dibawah umur yang seharusnya ada di lingkungan sekolah bukan berada di jalanan untuk bekerja. Di video itu, anak itu sedang memegang koran, yang jelas-jelas berarti dia bekerja sebagai loper koran. Serta dengan asiknya mereka melakukan hal yang tidak seharusnya mereka lakukan yaitu menghisap lem, yang akibatnya itu sangatlah berdampak pada kesehatan yaitu pada pernafasannya. Hal ini sungguh-sungguh menghawatirkan bagi anak bangsa, yang harusnya dilindungi oleh orang tuanya malah diharuskan untuk bekerja demi menghidupi keluarganya. Akibat dari ini pergaulan anak tidak terkontrol oleh orang tuanya, karena berada di lingkungan yang mungkin dapat merubah prilakunya. Banyak penyebab dari anak di bawah umur melakukan hal tersebut yaitu diantaranya:

1. Faktor pertama yaitu karena peranan keluarga atau orang tua yang seharusnya menjaga dan mendidik anak tersebut untuk melakukan hal-hal yang positif tidak dilakukan oleh orang tuanya.

2. Faktor ekonomi yaitu dari hal tersebut anak bisa prustasi karena apa yang dia inginkan tidak terpenuhi, malah dia harus bekerja keras demi menapkahi keluarganya.

3. Faktor lingkungan dia berada yaitu jika lingkungannya tidaklah baik maka dia akan mengikuti apa yang di lakukan oleh orang tersebut. Karena pada umur itu anak selalu mengikuti atau meniru apa yang dilakukan oleh orang lain..

4. Faktor pemerintah yaitu pemerintah seharusnya tegas terhadap pekerja-pekerja anak dibawah umur, seharusnya memberikan kesempatan terhadap mereka untuk merasakan duduk dibangku sekolahan. Jangan biarkan mereka terlantar sehingga membuat mereka prustasi dan melakukan hal-hal negatif.

5. Serta kurangnya pemahaman agama pada anak yang menjadikan meraka menyimpang dari aturan normatif serta kaidah-kaidah yang ada.

2. Paradigma IPS?

Dilihat dari paradigma ips yaitu dari tujuan-tujuanpendidikan . Seperti yang ada dalam pasal 4 UU No. 2/1989 maupun GBHN serta cita-cita proklamasi, yaitu "bangsa yang cerdas”. Di situ tampak bahwa pendidikan untuk mengembangkan warga negara yang cerdas adan baik memberi indikasi belum banyak diperankan dan dikembangkan secara optimal.

Serta bila dilihat secara instrumental, sesungguhnya seperti juga dirujuk oleh Soedijarto (1999;11-12) dalam UU SPN No. 2/1989 kualitas warga negara Indonesia yang diharapkan dapatt dikembangkan itu telah digariskan dengan tegas. Dalam pasal 4 tentang tujuan Pendidikan Nasional dikemukakan bahwa Pendidikan Nasional bertujuan “ mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhann Yang Maha Esa dan berbudi luhur, memliiki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”. Kemudian dalam pasal 13 ayat 1 mengenai fungsi Pendidikan Dasar juga digariskan dengan tegas bahwa pendidikan dasar diselenggarakan untuk mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat dan seterusnya”.

Disinalah kita bisa menyimpulkan bahwa pendidikan tersebut sangat perperan penting dan sangatlah berguna demi kelangsungan kehidupan dan bernegara. Namun, kenyataannya salah anak-anak yang seharusnya bersekolah malah bekerja yang mengakibatkan meraka melakukan hal-hal yang menyimpang. Seperti halnya pada video tersebut anak-anak dengan asiknya menghisap lem. Dimanakah peranan orang tua yang seharusnya mendidik dan menjaga mereka. Serta orang tua harusnya sejak dini memberikan pengetahuan tentang agama tanamkan pemahaman agama yang kuat kepada mereka, sehingga dimana pun dia berada dia tidak akan melakukan hal-hal yang negatif. Peran keluarga dan pemerintah yang harusnya menjadi orang yang paling berperan penting bagi masa depan mereka malah menjadikan mereka menjadi orrang-orang yang tidak berprestasi dan berahlaq serta berbudi pekerti. Keluarga hanya memikirkan bagaimana mereka untuk makan dan makan tanpa ingin berusaha sebagai keluarga atau orang tua. Sedangkan pemerintah sendiri hanya sibuk dengan hartanya, tahtanya, dan wanita. Mereka tidak memikirkan bagaimana nasib anak bangsa sekarang ini. Maka dari itu kita sebagai pemuda penerus bangsa harus lebih memerhatikan hal-hal seperti ini, kita tidak boleh diam karen kalau bukan kita siapa lagi.

3. Perilaku Sosial

Dilihat dari perilaku sosial anak-anak tersebut melanggar norma, serta menyimpang dari kaidah-kaidah yang ada. Peyimpangan terhadap kaidah-kaidah dan nilai-nilai dalam masyarakat disebut deviation, serta orang yang berperilaku menyimpang disebut deviants. Disini juga terdapat faktor imitasi yang bersifat negatif yaitu sesorang melakukan tindakan peniruan secara sadar atau tidak terhadap perilaku orang lain. Contohnya dalam video tersebut dia melakukan itu karena asal mulanya melihat orang lain yang lebih dewasa dari dia. Tanpa dia tahu apa akibat yang ditimbulkan atau dilakukan olehnya itu.[5]


[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Taksonomi_Bloom (diunduh pada tanggal 15/03/2013)

[2] http://Irmalia-agustina-fisip12.web.unair.ac.id/artikel-detail-63967-PIHI%20SOH%20 nasionalisme%20kelompok.html (diunduh pada tanggal 15/03/2013)

[3] http://dimasriskyanto.blogspot.com/2012/12/nasionalisme-makna-cinta-kebenaran.html (diunduh pada tanggal 15/03/2003)

[4] http://fzrbassist.blogspot.com/2012/10/solusi-alternatif-meminimalkan-tawuran.html

[5] Udin S. Winataputra, dkk. 2007. Materi dan Pembelajaran IPS SD. Jakarta : Universitas Terbuka. hal : 1.27-1.28 dan 2.5-2.9.

Tugas 3


 

MAKALAH

PENDIDIKAN IPS SD 1

tentang

KONSEP WAKTU, PERUBAHAN, dan KEBUDAYAAN

image

Disusun oleh :

Kelas D

Rosi windiyani R. (06.316.1111.160)

Esa nurlaela (06.316.1111.156)

Linda lindiawati (06.316.1111.146)

DEDE ERNI (06.316.1111.163)

Enen suherti (06.316.1111.142)

YOSEP ANGGARA S. (06.316.1111.158)

 

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUKABUMI

Jl. R. Syamsudin, No. 50 Sukabumi Tlp. (0266) 218345, Fax. (0266) 218342

Website : www.ummi.ac.id E-mail : info_ummi@yahoo.com

 

 

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah tentang materi Konsep Waktu dan Sejarah Lokal, yang merupakan salah satu syarat untuk menentukan dan memperoleh nilai pada Mata Kuliah Pendidikan IPS di SD I di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sukabumi.

Seiring dengan itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat Bapak Dosen yang memberikan Mata kuliah ini, semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan kesehatan serta rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Amin.

Penulis menyadari bahwa penyusunan Makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan pembuatan Makalah di masa yang akan datang. Akhir kata semoga Makalah ini dapat dapat berguna bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca umumnya.

Sukabumi, Desember 2012

Penyusun

 

 

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................….......... 1

DAFTAR ISI..................................….......... 2

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakan............................................ 3

B. Rumusan Masalah.....…............................ 3

C. Tujuan...........…………........................... 4

D. Sistematika Penulisan................................ 4

 

 

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............…. 5

BAB III PEMBAHASAN

1. Konsep Waktu dan Sejarah Lokal......…...12

1.1. Asal Kata Sejarah

1.2. Guna Sejarah

1.3. Konsep Waktu dalam Sejarah

1.4. Sejarah Lokal

2. Pembelajaran Konsep Perubahan............. 17

2.1. Pengertian Perubahan Sosial-Budaya

2.2. Bentuk-bentuk Perubahan Sosial dan Perubahan Kebudayaan

2.3. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan sosial dan perubahan kebudayaan

3. Pembelajaraan Konsep Kebudayaan........ 25

3.1. Pengertian Kebudayaan

3.2. Unsur-unsur Kebudayaan

3.3. Wujud Kebudayaan

3.4. Perkembangan atau Dinamika Kebudayaan

3.5. Pengertian Peradaban

3.6. Perbedaan antara Peradaban dan Kebudayaan

3.7. Perjalanan Peradaban

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan.................................................. 27

B. Saran.........................………….............. 27

DAFTAR PUSTAKA................................................. 28

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

1) Latar Belakang

Waktu merupakan salah satu konsep dasar sejarah selain ruang dan kegiatan manusia, perubahan dan kesinambungan ini merupakan unsur penting dari sejarah yaitu masa lalu. Sejarah merupakan proses perjalanan waktu yang sangat luas dan panjang.Sejarawan Ingin membuat waktu yang terus-menerus bergerak menjadi tanpa berhenti itu dapat dipahami dengan membagi-baginya dalam unit-unit waktu. Suatu momentum yang dapat memberikan petunjuk adanya karakteristlk dari suatu kurun waktu yang satu berbeda dari kurun waktu lainnya. Inilah yang dinamakan periodisasi/pembabakan waktu. Jadi sejarah adalah suatu peristiwa dalam suatu rentang waktu yang langsung terus-menerus yang melibatkan perubahan dalam kehidupan manusia. Periodisasi/pembabakan waktu adalait salah satu produk penulisan sejarah dalam rangka memahami rangkaian peristiwa tersebut yang didasarkan pada momentum perubahan sebagai tanda pemisahan waktu.

2) Rumusan Masalah

1. Konsep waktu dan sejarah lokal

1.1. Asal Kata Sejarah

1.2. Guna Sejarah

1.3. Konsep Waktu dalam Sejarah

1.4. Sejarah Lokal

2. Pembelajaran Konsep Perubahan

2.1. Pengertian Perubahan Sosial-Budaya

2.2. Bentuk-bentuk Perubahan Sosial dan Perubahan Kebudayaan

2.3. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan sosial dan perubahan kebudayaan

3. Pembelajaran konsep Kebudayaan

3.1. Pengertian Kebudayaan

3.2. Unsur-unsur Kebudayaan

3.3. Wujud Kebudayaan

3.4. Perkembangan atau Dinamika Kebudayaan

3.5. Pengertian Peradaban

3.6. Perbedaan antara Peradaban dan Kebudayaan

3.7. Perjalanan Peradaban

3) Tujuan

Sebagaimana yang telah di uraikan sebelumnya, berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas maka tujuan penulisan makalah ini yaitu:

1) untuk mengetahui arti Konsep waktu dan sejarah lokal itu sendiri.

2) untuk mengetahui hubungan antara konsep waktu, sejarah, perubahan dan kebudayaan.

3) Mengetahui asal kata sejarah itu sendiri

4) Pentingnya konsep waktu dalam sejarah

5) Mengetahui Konsep Perubahan dan kebudayaan itu bagaimana

6) Mengetahui perbedaan antara Kebudayaan dan Peradaban

4) Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

Halaman judul

Kata pengantar

Daftar isi

BAB I Pendahuluan

1. latar belakang

2. Rumusan masalah

3. Maksud dan tujuan penulisan

4. Sistematika penulisan

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB III Pembahasan

BAB IV Kesimpulan

Daftar Pustaka

 

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada hakikatnya sejarah itu ialah suatu konsep waktu yang berkesinambungan, perubahan, pengulangan, dan berkembang yang mengenai segala aktifitas dan hasil karya manusia pada waktu yang lalu selaras dengan rangkaian sebab-akibat salah sari inti dari sejarah itu ialah perubahan.

Manusia disebut sebagai makhluk yang berbudaya karena perilakunya sebagian besar dikendalikan oleh budi atau akalnya. Oleh karena itu manusia adalah makhluk yang berakal, dengan akalnya itu, ia dapat mengendalikan perilakunya, mampu menghasilkan bebbagai alat dan cara untuk mempertahankan hidupnya serta dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan hidupnya. Segala cara dan alat yang lahir atas akal manusia itu disebut kebudayaan. Tidak ada manusia yang dapat hidup tanpa bantuan budaya, dan tidak ada budaya tanpa penciptaan oleh manusia. Budaya adalah ciptaan manusia, tapi budaya menguasai kehidupan manusia, karena itu kebudayaan disebut superorganik. Manusia disuatu tempat ditambah dengan kebudayaan maka menjadi masyarakat.

Kebudayaan mempunyai unsur-unsur yang bersifat universal, maksudnya unsur tersebut dimiliki oleh semua budaya manusia dari masyarakat sederhana sampai masyarakat modern. Menurut C. Kluckhohn unsur-unsur kebudayaan itu meliputi bahasa, system peralatan dan hidupdan teknologi, sistem mata pencaharian hidup, organisasi sosial, sistem pengetahuan, sistem religi, dan kesenian.

Peradaban merupakan terjemahan dari kata civilization yang berasal dari kata civil (warga kota) daan sivitas (kota; kedudukan warga negara). Biasanya, peradaban juga disamakan dengan budaya dan kebudayaan dalam beberapa literatur. Menurut Hutington, peradaban mewujudkan puncak-puncak dari kebudayan.

 

 

BAB III

PEMBAHASAN

1. KONSEP WAKTU dan SEJARAH LOKAL

1) Asal kata Sejarah

Perkataan sejarah mula-mula berasal dari bahas Arab “Syajarah”, artinya terjadi, “Syajaratun” (baca Syajarah) artinya pohon kayu. Pohon kayu pertumbuhan terus-menerus dan bumi ke udara, dengan mempunyai cabang, dahan dan daun, kembang atau bunga serta buahnya. Memang sebagaimana dikatakan Muhammad Yamin bahwa di dalam kata sejarah itu tersimpan makna pertumbuhan atau kejadian. Makna pengertian sejarah secara etimologis ini adalah sejarah itu tumbuh, hidup, berkembang dan bergerak terus dan akan berjalan terus tiada hentinya sepanjang masa.

Dalam bahasa Arab ada yang artinya hampir sama, yaitu seperti kata Silsilah (Prasasti Kedua/mantyasih), kata riwayat atau hikayat (Hikayat Amir Hamzah Hikayat Bayart Budiman),Selanjutnya kata Tarikh (tarikh Nabi).

Di dalam bahasa Nusantara pun terdapat beberapa kata yang kurang lebih mengandung arti sejarah seperti “babad” yang berasal dan bahasa jawa, contohnya Babad Tanah Jawi. Kata tambo yang berasal dan bahasa Minangkabau. Kata tutui tetek dan bahasa Roti kemudian kata pustaka dan ceritera. Menurut Pigeaud, kata babad berarti geschiekundig verhaal atau cerita sejarah.

Beberapa definisi Sejarah menurut para ahli, diantaranya sebgai berikut:

1. Edward Hallet Carr

“History is a continous process of interaction between the historian his facts, an uneding dialogue and between the present and the past”.

(Carr, 1982:30)

(sejarah ialah suatu proses interaksi serba terus antara sejarawan dengan fakta-fakta yang ada padanya; suatu dialog tiada henti-hentinya antara masa sekarang dengan masa silam).

2. James Bank

All past event is history (history as actuality). History can help student to understand human behaviour in the past, present and future (new goals for historical studies).

(Semua perištîwa masa lampau adalah sejarah ( sejarah sebagai kenyataan). Sejarah dapat membantù para siswa untuk memahami perilaku manusia pada masa yang lampau, masa sèkarang yang akan datang. (tujuan-tujuan baru pendidikan sejarah).)

3. Ismaun

Sejarah adalah suatu iimu pengetahuan tentang rangkaian kejadian yang berkausalitas pada masyarakat manusia dengan segala aspeknya serta proses gerak perkembangannya yang kontinu dari awal searah hingga saat kini yang berguna bagi pedoman kehidupan masyarakat manusia masa sekarang serta arah cita-cita masa depan.

4. Muhammad Yamin

Sejarah ialah ilmu pengetahuan dengan umumnya yang berhubungan dengan cerita bertarikh sebagai hasil penafsiran kejadian-kejadian dalam masyarakat manusia pada waktu uang lampau, yang susunan hasil penylidikan bahan-bahan tulisan atau tanda-tanda yang lain (Yamin, 1957: 4).[1]

Di dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia oleh W. J. S. Poerwadarminta, disebutkan bahwa sejarah mengandung tiga pengertian, yaitu:

1. Kesusasteraan lama: silsilah, asal-usul

2. Kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau.

3. Ilmu pengetahuan, cerita pelajaran tentang kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa lampau. ( W. J. S. Poerwadarminta, 1982: 646)[2]

Dan uraian tentang definisi atau batasan pengertian tadi dapat diambil intisarinya bahwa sejarah itu adalah:

1. sebagai ilmu pengetahuan;

2. yang tersusun sebagai hasil penyelidikan;

3. dengan menggunakan sumber sejarah sebagai bahan penyelidikan berupa sumber benda, sumber tertulis, dan sumber lisan;

4. cerita iImiah yang menunjukan adanya hubungan antara satu dengan gejala lain secara kornologis.

5. yang diselidiki atau yang diriwayatkan dalam pengertiansejarah itu ialah kejadian atau peristiwa yang terjadi dalam masyarakat manusia pada zaman lampau;

6. yang berlaku dalam masyarakat manusia;

7. pada waktu yang Íampau;

8. bertarikh atau bertanggal karena waktu dalam perjalanan sejarah merupakan suatu kontinuitas dan untuk memudahkan ingatan manusia dalam mempelajari sejarah perlu ditentukan batas awal dan akhirnya setiap babakan dengan kesatuan waktu ( detik, menit jam, hari, dan seterusnya);

9. menafsirkan keadaan-keadaan yang telah berlalu.

[ Sejarah di bagi menjadi dua arti, yaitu:

a. Sejarah dalam arti negatif

Sejarah dalam arti negatif dapat dipahami sebagai berikut:

1) Sejarah itu bukan mitos (Sama-sama menceritakan masa lampau sejarah berbeda dengan mitos. Mitos menceritakan masa lampau dengan waktu yang tidak jelas dankejadian yang tidak masuk akal di masa sekarang)

2) Sejarah itu bukan filsafat

Filsafat itu abstrak (dalam bahasa Latin abstractus berarti pikiran) dan spekulatif (bahasa latin speculation berarti gambaran angan-angan),dalam arti filsafat hanya berurusan dengan pikiran umum. Jika filsafat berbicara tentang manusia, maka manusia itu adalah manusia pada umumnya, manusia yang hanya ada pada gambaran pemikiran. Sedangkan sejarah berbicara tentang manusia, maka yang dibicarakan adalah orang tertentu yang mempunyai tempat dan waktu serta terlibat dalam kejadian.

3) Sejarah itu bukan ilmu alam

Sejarah sering dimasukkan dalam Ilmu-ilmu Manusia human studies yang kemudian dibagi menjadi dua yaitu Ilmu-ilmu Sosial (socialsciences) dan ilmu Kemanusiaan (humanities). Ilmu alam (termasuk ilmu sosial tertentu) bertujuan untuk menemukan hukum-hukum yang bersifat umum atau bersifat nomothetis (dari bahasa Yunani nomo berarti hukum, dan tithenai berarti mendirikan), sedangkan sejarah berusaha menuliskan hal-hal yang bersifat khas atau ideografis (bahasa Yunani idio berarti ciri-ciri seseorang, graphein berartimenulis).

4) Sejarah itu bukan sastra

Perbedaan sejarah dan sastra paling tidak ada empat hal yaitu cara kerja, kebenaran, hasil keseluruhan, dan kesimpulan. Dari cara kerja, sastra adalah adalah pekerjaan imajinasi yang lahir dari kehidupan seorang pengarang. Kebenaran bagi seorang pangarang secara mutlak ada di bawah kekuasaannya atau bersifat subyektif. Hasil keseluruhannya hanya menuntut supaya pengarang taat asas dunia yang dibangunnya. Jadi kesimpulan dalam sastra bisa saja berakhir dengan sebuah pertanyaan. Sedangkan dalam sejarah harus berusaha memberikan informasi selengkap-lengkapnya dan sejelas-jelasnya.

b. Sejarah dalam arti positif

Secara positif sejarah dapat diartikan sebagai berikut:

1) Sejarah adalah ilmu tentang manusia

Sejarah membicarakan manusia, tetapi bukan cerita tentang masa lampau manusia secara keseluruhan. Manusia yang menjadi fosil menjadi kajian Antropologi Ragawi. Benda-benda peninggalan sejarah menjadi kajian arkeologi. Sejarah akan meneliti peristiwa-peristiwasesudah tahun 1500. Meskipun demikian, manusia masa kini utamanya, seperti sosiologi, ilmu politik, dan antropologi.

2) Sejarah adalah ilmu tentang sesuatu yang mempunyai makna sosial

Tidak semua peristiwa penting untuk perkembangan dan perubahan masyarakat.

3) Sejarah adalah ilmu tentang sesuatu yang tertentu, satu-satunya, dan terencana.

Misalnya, sejarah itu menulis pemberontakan komunis di Indonesia pada tahun 1965, tidak tentang pemberontakan pada umumnya yang dapat terulang kembali. Pemberontakan komunis di Indonesia pada tahun 1965 itu hanya terjadi sekali itu dan tidak terulang lagi di tempat lain.

4) Sejarah adalah imu tentang waktu[3]

Sejarah membicarakan masyarakat dari segi waktu. Apa yang dibicarakan tentang waktu? Hal-hal yang dibicarakan tentang waktu ada empat yaitu perkembangan, kesinambungan, pengulangan, dan perubahan. Perkembangan masyarakat terjadi bila berturut-turut masyarakat bergerak dan satu bentuk ke bentuk yang lain. Biasanya masyarakat akan berkembang dari bentuk yang sederhana ke bentuk yang lebih kompleks. Kesinambungan terjadi apabila suatu masyarakat baru hanya melakukan adopsi lembaga-lembaga lama. Pada mulanya kolonialisme adalah kelanjutan dari patrimonialisme. Demikian juga kebijakan kolonial hanya mengadopsi kebiasaan lama. Dalam menarik upeti raja taklukan, Belanda meniru raja-raja pribumi. Pengulangan terjadi apabila peristiwa yang pernah terjadi di masa lampau terjadi lagi. Perubahan terjadi apabila masyarakat mengalami pergeseran sama dengan perkembangan, tetapi asumsinya adalah perkembangan secara besar-besaran dan dalam waktu yang relatif singkat. Biasanya perubahan terjadi, karena pengaruh dari luar.[4]

2) Guna sejarah

Menurut Koentowijoyo setidaknya guna sejarah dapat dibedakan menjadi dua yaitu:

1. Guna Intrinsik terdiri atas:

a. Sejarah sebagai ilmu

b. Sejarah sebagai cara mengetahui masa lampau

c. Sejarah sebagai pernyataan pendapat

2. Guna Ekstrinsik

Dilihat dari kegunaan sejarah secara ekstrinsik maka sejarah secara umum mempunyai fungsi pendidikan, di antaranya adalah:

a. Pendidikan moral

b. Sejarah sebagai pendidikan perubahan

c. Sejarah sebagai pendidikan keindahan[5]

3) Konsep waktu dalam sejarah

Apabila dilihat dan hakikatnya sejarah itu ialah suatu konsep tentang waktu atau tempo (time) yang proses kelangsungan atau perjalanan waktu berkesinambungan (continuity) dan satuan berlangsungnya waktu (duration) dengan yang perubahan mengarungi ruang geografis yang berisi berbagai peristiwa mengenai segala aktivitas dan hasil karya manusia dalam perjalanan waktu yang berkesinambungan, maka kurun waktu akan berdimensi tiga, yaitu:

1. waktu yang lalu (the past), menyusul. 3. waktu yang akan datang (the future).

2. waktu sekarang (the present), dan berlanjut.

Dengan demikian jalannya waktu sebagai proses bergerak menurut garis lurus yang bergerak terus dan awal menuju masa depan, jadi penggambaran proses jalur waktu itu selalu Lurus (linear). Pandangan waktu bervariasi menurut tinjauan dan berbagai peradaban. Menurut filsafat sejarah gambaran siklus waktu. berakar pada kosmologi yang masih terikat pada peredaran kosmos dan musim.

Dalam peradaban Barat gambaran waktu yang linear (lurus) sangat dominan. Hal ini dikarenakan secara implisit waktu bergerak dan belakang ke depan atau dan kiri ke kanan dengan memakai titik awal dan titik akhir sebagai ujung. Oleh karena itu, gerakan waktu adalah progresif. Suatu unsur esensial juga dalam kosmologi barat yang memandang seluruh proses sejarah mewujudkan gerakan progresif. Jadi, semakin maju dalam arti mencapai fase yang lebih tinggi tingkatannya dan pada masa Iampau. Sebagai contoh perhatikan bagan di bawah ini!

Dalam pandangan waktu seperti itu maka secara implisit waktu mempunyai tiga dimensi, yaitu: masa Iampau, masa kini, dan masa depan. Begitulah penentuan waktu itu penting sekali sebagai batas tìnjauan kerangka gerak sejarah. Jadi, dimensi waktu sebagai kerangka utama dan pertama dalam sejarah.

Titik tolak pemikiran yang mendasar sebagai kesepakatan awal ialah bahwa sejarah adalah hal ikhwal mengenal waktu lampau atau masa yang lalu. Ini sudah jelas dengan sendirinya. Tetapi masalahnya ialah betapa pun masih lama, panjang atau luasnya dan tanpa batasan dimensi waktu yang lalu itu dan detik yang baru saja berlalu sampai kapan entah bila buktì-bukti sejarah dapat menunjukkan. Dalam hal ini perjalanan waktu atau kelangsungan (continuity) perlu dibuat batasan awal dan akhirnya yang disebut kurun waktu atau babakan waktu(periode) secara berurutan atau sucession, yaitu prinsip kronologis dalam sejarah.[6]

Dalam pernyataan di atas ada kata babakan waktu, dalam pengertian secara umum babakan waktu atau periodisasi adalah salah satu proses strukturisasi waktu dalam sejarah dengan pembagian atas beberapa babak, zaman atau periode.

Pembagian babakan waktu merupakan inti sejarah. Pembabakan atau periodisassi waktu adalah pembagian atas dasar pengelompokan, babakan zaman dan waktu tertentu di dalam cerita sejarah. Jadi babakan waktu di bagi atas beberapa babak, zaman atau beberapa periode. Tujuan babakan waktu, yaitu:

1. Memudahkan pengertian

2. Melakukan penyederhanaan

3. Mengetahui peristiwa sejarah secara kronologis

4. Untuk memenuhi persyaratan sistematika ilmu pengetahuan

5. Memudahkan klasifikasi dalam ilmu sejarah

Ada beberapa faktor yang dijadikan kriteria dalam menyusun konsep babakan atau periodisasi sejarah, antaraa lain adalah:

1. Babakan waktu berdasarkan satuan waktu kronologis

2. Babakan waktu berdasarkan pergantian generasi

3. Babakan waktu berdsarkan Dinasti (wangsa)

4. Babakan waktu berdasarkan perjuangan

5. Babakan waktu berdasarkan evolusionisme

6. Babakaan waktu berdasarkan integrasi[7]

4) Sejarah Lokal

Sejarah lokal merupakan salah satu cabang dan ilmu sejarah yang berusaha untuk penistiwa-peristiwa di dalam masyarakat manusia. pada masa Iampau yang terjadi di satu tempat saja. Pengertian di satu tempat tidak mengandung arti yang sempit, misalnya penistiwa yang terjadi di suatu kampung atau desa saja. Tetapi bisa mencakup daerah yang relatif luas, misalnya satu kabupaten atau bahkan satu propinsi. Hal ini mungkin merupakan suatu kebanggaan dan suatu masyarakat yang budaya dan latar belakang sejarahnya sama. Bahkan kalau kita pelájari tentang sejarah nasional kita, justru banyak peristiwa-peristiwa sejarah lokal yang dijadikan peristiwa-peristiwa sejarah nasional. Contoh-contohnyá:

1. Peristiwa.Bandung Lautan Api yang terjadi di kota Bandung, merupakan peristiwa sejarah masyarakat kota Bandung, kemudian masyarakat Jawa Barat. Tetapi juga merupakan salah satu peristiwa yang berkaitan dengan sejarah bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan bangsa sehingga dimasukkan ke dalam nasional kita.

2. Kerajaan Mataram Kuno kalau kita lihat lokasinya terdapat di daerah Yogyakarta, harusnya merupakan sejarah masyarakat Yogyakarta atau masyarakat Jawa Tengah akan tetapi dimasukkan pula sebagai sejarah nasional.

3. Contoh lain, peristiwa 10 November, Perlawanan Patimura, Kerajaan Tarumanegara, Kerajaan Aceh, dan sebagaìnya.

2. Pembelajaran Konsep Perubahaan

1) Pengertian perubahan sosial-budaya

Perubahan merupakan gejala yang umum terjadi pada masyarakat manusia.[8] Dalam konteks kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dikenal dua macam perubahan yaitu perubahan sosial (social change) dan perubahan kebudayaan (cultural change).

Membicarakan perubahan sosial tidak dapat dipisahkan dari pembicaraan perubahan budaya. Perubahan sosial dan perubahan kebudayaan dapat dipisahkan untuk keperluan teori, tetapi dalam kehidupan nyata atau dalam kehidupan sehari-hari sangat sukar untuk dibedakan dengan tegas antara perubahan sosial dengan perubahan kebudayaan. Kebudayaan dihasilkan oleh masyarakat dan tidak ada masyarakat yang tanpa kebudayaan. Dengan kata lain budaya ada karena ada masyarakat dan masyarakat tidak mungkin tanpa budaya.

Perbedaan pengertian antara perubahan sosial dan perubahan budaya terletak pada pengertian masyarakat dan budaya yang diberikan, tetapi pada umumnya perubahan budaya menekankan pada sistem nilai, sedangkan perubahan sosial pada sistem pelembagaan yang mengatur tingkah laku anggota masyarakat. Beberapa pendapat tentang definisi perubahan sosial budaya berkut ini.

a. Menurut Kingsley Davis, perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan kebudayaan. Perubahan kebudayaan mencakup semua unsur kebudayaan, misalnya kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, dan lain-lain termasuk perubahan-perubahan dalam bentuk serta aturan-aturan organisasi sosial.

b. Menurut Taylor, mengemukakan bahwa kebudayaan adalah suatu kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, norma, hukum, adat istiadat serta kebiasaan dari manusia sebagai warga masyarakat. Perubahan kebudayaan adalah setiap perubahan dari semua unsur kebudayaan tersebut.

c. Menurut Gillin dan Gillin, mengatakan bahwa perubahan sosial budaya merupakan variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan kondisi geografis, kebudayaan, komposisi penduduk, ideologi, difusi atau penemuan-penemuan baru dalam masyarakat.

d. Selo Sumardjan, perubahan sosial budaya adalah segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai sikap dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perubahan sosial budaya terjadi secara terus-menerus dari dahulu, sekarang, dan di masa yang akan datang. Perubahan sosial budaya tidak dapat dipisahkan, karena kebudayaan berasal dari masyarakat dan masyarakat tidak mungkin tanpa adanya kebudayaan.[9]

2) Bentuk-bentuk Perubahaan Sosial dan Perubahaan Kebudayaan

Perubahan-perubahan sosial dan kebudayaan yang terjadi di dalam masyarakat dapat dibedakan ke dalam beberapa bentuk sebagai berikut.

a. Perubahan yang terjadi secara lambat dan perubahan yang terjadi secara cepat.

b. Perubahan-perubahan yang menimbulkan pengaruh yang kecil dan perubahan-perubahan yang menimbulkan pengaruh yang besar.

c. Perubahan yang dikehendaki atau perubahan yang direncanakan dan perubahan yang tidak dikehendaki atau perubahan yang tidak direncanakan.[10]

3) Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan sosial dan perubahan kebudayaan

Secara umum aktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan sosial dan kebudayaan dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor-faktor dalam masyarakat itu sendiri (Faktor Internal) dan faktor-faktor yang berasal dari luar masyarakat (Faktor Ekstern).

A. Faktor Internal

Yang dimaksud faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam masyarakat itu sendiri, antara lain:

Ø Bertambah dan berkurang penduduk

Pertambahan penduduk yang sangat cepat menyebabkan terjadinya perubahan dalam struktur masyarakat, terutama yang menyangkut lembaga-lembaga kemasyarakatan. Lembaga sistem hak milik atas tanah mengalami perubahan-perubahan, orang mengenal hak milik individual atas tanah, sewa tanah, gadai tanah, bagi hasil dan sebagainya, yang sebelumnya tidak dikenal oleh masyarakat.

Ø Penemuan-penemuan baru

Inovasi atau innovation merupakan suatu proses sosial dan budaya yang besar, tetapi dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. Proses tersebut meliputi suatu penemuan unsur baru budaya, unsur kebudayaan baru tersebut disebarkan ke masyarakat, lalu diterima, dipelajari dan akhirnya dipakai dalam masyarakat yang bersangkutan. Penemuan-penemuan baru dapat dibedakan menjadi dua yaitu discovery dan invention. Discovery adalah penemuan dari suatu unsur kebudayaan yang baru, baik yang berupa alat baru atau ide baru, yang diciptakan oleh individu atau suatu rangkaian ciptaan individu-individu dalam masyarakat yang bersangkutan. Discovery baru menjadi invention jika masyarakat sudah mengakui, menerima, dan menerapkan penemuan baru tersebut dalam hidup dan kehidupannya.

Adapun faktor-faktor yang mendorong timbulnya penemuan-penemuan baru dalam masyarakat adalah sebagai berikut:

S adanya kesadaran masyarakat akan kekurangan kebudayaannya;

S adanya kualitas para ahli dari suatu kebudayaan;

S adanya perangsang bagi kegiatan-kegiatan penciptaan dalam masyarakat;

S pengaruh unsur-unsur budaya luar yang lebih bermanfaat bagi kehidupan masyarakat;

S adanya lembaga atau organisasi sosial yang mendorong ke arah penemuan baru tersebut.

Ø Pertentangan (konflik) dalam masyarakat

Pertentangan (konflik) dalam nilai-nilai dan norma-norma, politik, etnis, dan agama dapat menimbulkan perubahan sosial budaya yang luas.Pertentangan individu terhadap nilai-nilai dan norma-norma, serta adat-istiadat yang telah berjalan lama akan menimbulkan perubahan apabila individu-individu tersebut beralih dari nilai, norma, dan adat-istiadat yang telah diikuti selama ini.

Ø Terjadinya pemberontakan atau revolusi di dalam masyarakat

Revolusi yang terjadi di Rusia, Oktober 1917 telah menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan besar di negara tersebut. Rusia yang mula-mula mempunyai bentuk kerajaan yang absolut yang disebut Tsar, berubah menjadi diktator proletariatyang didasarkan pada doktrin marxisme. Seluruh lembaga-lembaga kemasyarakatan mulai bentuk negara sampai keluarga batih mengalami perubahan yang mendasar. Begitu pula Revolusi Amerika, Revolusi Perancis, dan Revolusi Meiji di Jepang.

B. Faktor-faktor dari luar (Faktor Eksternal)

Perubahan sosial budaya dapat pula disebabkan oleh faktor-faktor yangberasal dari luar masyarakat, yaitu:

Ø Sebab-sebab yang berasal dari Lingkungan alam fisik

Adanya bencana alam, seperti gempa bumi, angin taufan, banjir besar, tanah longsor, dan lain-lain memungkinkan masyarakat pindah dari daerah asal ke daerah pemukiman baru. Berubahnya lingkungan fisik dapat juga diartikan berubahnya lahan penduduk lama demi kepentingan yang baru.

Ø Peperangan

Peperangan yang terjadi antara satu masyarakat atau negara dengan masyarakat lain menimbulkan berbagai dampak, sepertinya dampak yang ditimbulkan oleh adanya pemberontakan dan pertentangan-pertentangan. Negara yang menang biasanya akan memaksakan negara yang takluk untuk menerima kebudayaannya yang dianggap kebudayaannya lebih tinggi tarafnya.

Ø Pengaruh kebudayaan masyarakat lain

Adanya interaksi langsung antara satu masyarakat dengan masyarakat lain akan menyebabkan saling pengaruh. Selain itu, pengaruh budayadapat berlangsung pula melalui komunikasi satu arah yaitu komunikasi masyarakat dengan media massa. Interaksi budaya tidak menjamin timbulnya pengaruh satu budaya terhadap budaya lainnya. Suatu masyarakat dapat saja menolak atau menyeleksinya terlebih dahulu baru kemudian menyerap unsur-unsur budaya yang sesuai. Respon psikologis individu terhadap cross-cultural contact ada empat kemungkinan, yaitu:

• type passing yaitu individu menolak kebudayaannya yang asli dan mengadopsi kebudayaan yang baru;

• type chauvinist yaitu individu menolak sama sekali pengaruh-pengaruh budaya asing, mereka kembali kepada kebudayaan asli mereka dan biasanya mereka menjadi nasionalis yang militant dan pejuang kuat untuk menolak pengaruh-pengaruh budaya asing tersebut;

• type marginal yaitu respon yang terombang-ambing di antara kebudayaan asli sendiri dengan kebudayaan masyarakat lain yang asing tersebut.; dan

• type mediating di mana individu dapat menyatukan bermacam-macam identitas budayanya, mempunyai keseimbangan integrasi, dan memperoleh personality dua atau beberapa kebudayaan. Respon individu bersifat selektif, kombinasi, dan mensintesiskan, tanpa melupakan inti budayanya sendiri.

4) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Jalannya Proses Perubahan

Disamping ada faktor-faktor penyebab terjadinya perubahan, ada juga faktor-faktor yang mempengaruhi jalannya proses perubahan, yang mencakup faktor-faktor yang mendorong jalannya proses perubahan dan faktor-faktor yang menghalangi jalannya proses perubahan.

a) Faktor-faktor yang mendorong jalannya proses perubahan

v Kontak dengan kebudayaan lain.

v Sistem pendidikan yang maju.

v Sikap menghargai hasil karya orang lain dan memiliki keinginan untuk maju.

v Toleransi terhadap perbuatan-perbuatan yang menyimpang (deviation), yang bukan merupakan tindak pidana (delik).

v Sistem pelapis masyarakat yang terbuka (open stratification).

v Penduduk yang heterogen.

v Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu dan ada hambatan untuk memperbaiki.

v Terjadinya disorganisasi dalam masyarakat.

v Sikap mudah menerima hal-hal baru.

v Orientasi kemasa depan.

v Pandangan/nilai bahwa manusia harus senantiasa berikhtiar untuk memperbaiki hidupnya.

b) Faktor yang menghalangi terjadinya perubahan

v Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain.

v Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terlambat.

v Sikap masyarakat yang tradisional, yaitu sikap yang mengagung-agungkan tradisi nenek moyang dan enggan menerima inovasi atau pembaruan.

v Adanya kepentingan-kepentingan yang telah tertanam dengan kuat sekali, misalnya masyarakat feodal.

v Rasa takut akan terjadinya kegoyahan dalam integrasi kebudayaan.

v Perasangka terhadap hal-hal baru dan asing

v Hambatan-hambatan yang bersifat ideologi.

v Adat atau kebiasaan yang menolak inovasi atau pembaruan.

v Pandangan/nilai bahwa hidup ini pada hakikatnya buruk dan tidak mungkin diperbaiki.[11]

Menurut Rogers dan Shoemaker (1987) sebagaimana dikemukakan oleh Pelly Usman dan Asih Menanti (1994) perubahan sosial budaya mengikuti tiga tahap, yaitu:

a. tahap pertama terjadi invensi yaitu proses di mana ide-ide baru diciptakan dan dikembangkan;

b. tahap kedua difusi yaitu penyebaran atau pengkomunikasian ide-ide kedalam sistem sosial;

c. tahap ketiga konsekuensi yaitu perubahan-perubahan yang terjadi dalam sistem sosial sebagai akibat pengadopsian atau penolakan inovasi.[12]

3. Pembelajaran Konsep Kebudayaan

1) Pengertian Kebudayaan

Kata kebudayaan berasal dari kata Sansekerta “buddhayah”, yaitu bentuk jamak dari “buddh”i yang berarti budi atau akal. Dengan demikian secara sederhana kebudayaan dapat diartikan hal-hal yang bersangkutan dengan akal (Koentjaraningrat, 1979:195).

Selain itu, ada yang mengupas kata budaya sebagai perkembangan dari kata majemuk budi-daya, yang mempunyai arti daya dari budi. Oleh karena itu mereka membedakan “budaya” dari “kebudayaan”. Budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, rasa, dan karsa, sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta, rasa, dan karsa. Dengan kata lain, hasil dari ketiga unsur akal atau budi (cipta, rasa, dan karsa) itulah yang disebut dengan kebudayaan.

Untuk lebih memahami konsep kebudayaan, berikut ini dikutip beberapa definisi kebudayaan sebagaimana dikutip oleh Widyosiswoyo (1996:33-34) antara lain:

a. Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan itu keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan cara belajar.

b. Menurut Ki Hadjar Dewantara, Kebudayaan berarti buah budi manusia yaitu hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni alam dan zaman (kodrat dan masyarakat) yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai tantangan dalam hidup dan penghidupannya, guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai.

c. Menurut Sutan Takdir Alisyahbana, mengatakan bahwa kebudayaan adalah manifestasi dari cara berpikir sehingga menurutnya pola kebudayaan itu sangat luas, sebab semua perilaku dan perbuatan tercakup di dalamnya dan dapat diungkapkan pada basis dan cara berpikir termasuk di dalamnya perasaan, karena perasaan juga merupakan maksud dari pikiran.

d. Menurut C. A. van Peursen, mengatakan bahwa dewasa ini kebudayaan diartikan sebagai manifestasi kehidupan setiap orang dan kehidupan setiap kelompok orang berlainan dengan hewan, maka manusia tidak dapat hidup begitu saja di tengah alam. Oleh karena itu, untuk dapa hidup manusia harus mengubah segala sesuatu yang telah disediakan oleh alam. Misalnya, adanya beras agar dapat dikonsumsi harus diubah dulu menjadi nasi.

kebudayaan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

a. kebudayaan diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat;

b. kebudayaan diwariskan dari generasi ke generasi secara non genetis, tetapi diperoleh manusia melalui proses belajar;

c. kebendaan kebudayaan dapat berupa gagasan, tindakan, dan hasil karya yang berbentuk material;

d. kebudayaan sifatnya dinamis;

e. kebudayaan dibutuhkan oleh manusia untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dan untuk memenuhi berbagai kebutuhan.

2) Unsur-Unsur Kebudayaan

Unsur kebudayaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti bagian suatu kebudayaan yang dapat digunakan sebagai satuan analisis tertentu. Dengan adanya unsur tersebut, kebudayaan lebih mengandung makna totalitas dari pada sekedar penjumlahan unsur-unsur yang terdapat di dalamnya. Menurut Clyde Kluckhohn ada tujuh unsur kebudayaan yang universal. Ketujuh unsur kebudayaan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Bahasa

Ernst Cassirer (1987:41) menyatakan bahwa manusia adalah makhluk yang menggunakan simbol (animal symbolicum), artinya manusia adalah makhluk yang menggunakan symbol khususnya bahasa. Dengan kata lain, bahasa berisi simbol atau lambang untuk mengkomunikasikan ide, gagasan atau pemikiran. Bahasa dapat dibedakan atas:

• bahasa isyarat, misalnya kentongan, gerakan tangan, anggukan, gelengan kepala dan isyarat lain yang diterima berdasarkan kesepakatan suatu masyarakat;

• bahasa lisan diucapkan melalui mulut;

• bahasa tulisan melalui buku, surat, koran, dan sebagainya.

b. Sistem peralatan dan perlengkapan hidup manusia atau sistem teknologi

Menurut Notonagoro (1987) manusia adalah makhluk yang bersifat monopluralis (jamak tetapi satu) yang terdiri dari susunan kodrat, sifat kodrat, dan kedudukan kodrat. Susunan kodrat manusia terdiri atas jiwa dan raga, sedangkan jiwa mempunyai apa yang disebut dengan cipta, rasa, dan karsa. Dengan cipta, rasa dan karsa inilah manusia mampu menciptakan apa yang disebut teknologi.

Teknologi adalah semua cara dan alat yang dipergunakan manusia untuk memenuhi kebutuhannya yang meliputi alat-alat produksi, distribusi dan transportasi, wadah dan tempat untuk menyimpan makanan dan minuman, pakaian dan perhiasan, tempat berlindung dan perumahan serta senjata. Dengan alat-alat ciptaannya itu, manusia dapat lebih mampu mencukupi kebutuhannya dari pada binatang.

c. Sistem mata pencaharian hidup atau sistem ekonomi

Jika dilihat dari tingkat teknologi yang dipergunakan, maka sistem mata pencaharian hidup dapat dibagi atas (Winataputra, 2003):

1) Masyarakat pemburu dan peramu (hunter and gathering).

2) Pertanian berpindah-pindah atau berladang (primitive farming).

3) Peratanian intensif (intensive farming).

4) Industri (manufacturing)

d. Sistem kemasyarakatan atau organisasi sosial atau sistem sosial

Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat sebagai suatu kesatuan. Dalam setiap masyarakat pada umumnya mempunyai aturan tentang tempat tinggal pasangan suami isteri yang baru kawin. Aturan tersebut adalah:

1) matrilokal yaitu pasangan suami isteri baru menetap di tempat ibu si isteri atau kerabat isteri;

2) patrilokal yaitu pasangan suami isteri baru menetap di tempat ayah si suami atau kerabat suami;

3) bilokal yaitu pasangan suami isteri baru secara bergantian tinggal di kerabat suami dan kerabat isteri ;

4) ambilokal yaitu pasangan suami isteri baru mempunyai kebebasan untuk memilih, mau tinggal di kerabat suami atau isteri;

5) avunkulokal yaitu pasangan suami isteri baru tinggal di tempat saudara laki-laki ibu dari suami;

6) natalokal yaitu pasangan suami isteri baru tinggal di tempat kelahiran masing-masing;

7) neolokal yaitu pasangan suami isteri baru tinggal di tempat yang baru, tidak di kerabat suami maupun isteri.

Selain aturan tempat tinggal di setiap masyarakat juga mengenal adanya sistem kekerabatan yaitu garis keturunan yang berdasarkan pertalian darah disebut sanak saudara (kindred). Sistem kekerabatan ada yang bersifat:

1) Unilinial yaitu keturunan ditelusuri melalui satu garis keturunan saja melalui bapak atau ibu, yang meliputi:

• Matrilineal (garis keturunan dari pihak isteri atau ibu). Contohnya suku Minangkabau.

• Patrilinial (garis keturunan dari pihak suami atau bapak). Contohnya adalah Suku Batak.

2) Bilinial yaitu garis keturunan ditelusuri melalui garis ibu atau bapak secara bersama- sama. Contohnya adalah suku Sunda.

Sistem kekerabatan yang bersifat unilinial dan masih dapat ditelusuri ikatan darahnya oleh individu (ego) disebut lineage. Sedangkan mereka yang masih menganggap satu garis keturunan, tetapi sudah tidak dapat ditelusuri lagi disebut clan (marga). Kekerabatan yang lebih luas dari marga disebut suku. Menurut Koentjaraningrat (1979) suku adalah suatu golongan manusia yang terikat oleh kesamaan identitas akan persatuan kebudayaan atau kesamaan kebudayaan seperti bahasa, sistem kekerabatan dan adat istiadat yang lain.

e. Sistem pengetahuan

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh manusia dengan cara belajar, baik belajar dari lingkungan alam, lingkungan sosial maupun lingkungan budayanya. Pengetahuan yang sifatnya universal meliputi pengetahuan tentang tumbuh-tumbuhan (flora) dan binatang (fauna), ruang dan waktu, bilangan, tubuh manusia, dan perilaku antar sesame manusia. Pengetahuan tentang alam tumbuh-tumbuhan merupakan salah satu pengetahuan dasar bagi masyarakat yang mempunyai mata pencaharian pertanian.

f. Sistem religi (kepercayaan)

Adanya keterbatasan manusia dalam memahami, memikirkan dan menganalisa keadaan dan kejadian alam dan peristiwa-peristiwa dalam kehidupan sehari-hari, seperti gempa bumi, gunung meletus, kelahiran, kematian, ada orang jahat, ada orang sombong, dan perilaku lainnya yang menyimpang dari nilai dan norma masyarakat, menyebabkan manusia sadar akan adanya kekuatan di luar dirinya sendiri yang disebut kekuatan supranatural.

Dengan adanya kesadaran terhadap kekuatan supranatural melahirkan sistem kepercayaan. Seperti kepercayaan kepada roh nenek moyang (animisme), kepercayaan kepada kekuatan alam (dinamisme), kepercayaan yang menganggap suci terhadap binatang tertentu (totemisme), pemujaan kepada pelaksana upacara (shamanisme), percayakepada dewa-dewa, dan sebagainya.

Agama berbeda dengan aliran kepercayaan. Agama adalah keyakinan yang harus diterima oleh penganutnya dan memuat berbagai aturan tentang sesuatu yang harus dipatuhi. Sifat agama adalah menuntun penganutnya agar mendapat keselamatan baik di dunia maupun di akhirat.

Agama berasal dari bahasa Sansekerta a artinya tidak, gama artinya kacau. Jadi agama tidak kacau atau teratur. Agama yang diakui oleh pemerintah Indonesia adalah Islam, Katolik,

Kristen, Hindu, dan Buda. Agama menjadi identitas setiap penganutnya, memberikan dorongan spiritual dalam bertingkah laku, memberi arah dalam menjalani kehidupan di dunia.

Dengan adanya ketaatan dalam menjalankan agama, maka tercipta kedisiplian, ketekunan, rasa kebersamaan, saling hormat-menghormati, jujur, dan sebagainya. Semuanya itu sangat diperlukan dalam menjalin hubungan, baik individu dengan Tuhannya, individu dengan individu, maupun individu dengan masyarakat.

g. Sistem kesenian

Kesenian pada umunya dapat dibedakan:

1) seni rupa meliputi seni patung, seni pahat, seni lukis, dan seni rias;

2) seni suara meliputi seni vokal (suara), seni musik, seni sastra seperti puisi, prosa, novel;

3) seni gerak meliputi drama, pantomim, seni tari, dan sebagainya.

Berbagai macam kesenian tersebut merupakan pranata yang dipergunakan untuk mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia yang bersumber pada perasaan. Seperti menggambar pada sebagian anggota tubuh (tatto) tujuannya awalnya adalah untuk menyamar dari musuh dan binatang buruan. Mengenai seni patung dan seni pahat (relief pada candi), seni tari di Bali tidak dapat dipisahkan perkembangannya dari agama Hindu dan Budha. Semakin berkembang teknologi, semakin bervariasi pula usaha manusia untuk mengekspresikan rasa keindahannya dalam bentuk berbagai jenis kesenian.

3) Wujud Kebudayaan

Menurut Koentjaraningrat (1979:200-204) ketujuh unsur kebudayaan tersebut masing-masing mempunyai tiga wujud kebudayaan. Adapun wujud kebudayaan itu adalah sebagai berikut:

a. Sistem budaya (cultural system)

Wujud kebudayaan pada tingkat ini sebagai suatu kompleks dari ide-ide,gagasan, nilai-nilai, norma- norma, peraturan, dan sebagainya. Sifatnya masih abstrak, tidak dapat diraba atau difoto, lokasinya ada di kepala-kepala atau dalam alam pikiran masyarakat di mana kebudayaan itu berada.

Para ahli antropologi dan sosiologi menyebutnya sebagai sistem budaya atau (cultural system). Dalam bahasa Indonesia untuk menyebut wujud kebudayaan yang bersifat ideal ini, yaitu adat atau adat-istiadat.

b. Sistem sosial (social system)

Wujud kedua dari kebudayaan disebut sistem sosial (social system). Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi dari hari ke hari menurut pola-pola tertentu berdasarkan adat tata kelakuan. Aktivitas-aktivitas manusia dalam sistem sosial ini bersifat

kongkret, bisa difoto, bisa diobservasi.

c. Berupa kebudayaan fisik

Wujud kebudayaan fisik adalah benda-benda hasil karya manusia. Sifat dari wujud kebudayaan ini sifatnya paling kongkret. Sebagai contoh, sistem kepercayaan, mempunyai wujud sebagai system keyakinan dan gagasan-gagasan tentang Tuhan, dewa-dewa, roh-roh halus, neraka, sorga, dan sebagainya.

Secara ringkas dapat dikatakan bahwa setiap unsur kebudayaan itu berawal dari ide-ide, nilai-nilai, norma-norma (sisten budaya) kemudian mendorong adanya perilaku sosial dalam bentuk sosialisasi dan interaksi (sistem sosial) dan akhirnya akan menghasilkan benda-benda dan peralatan (kebudayaan fisik).[13]

4) Perkembangan atau Dinamika Kebudayaan

kebudayaan suatu masyarakat juga akan mengalami pertemuan saling silang dengan kebudayaan masyarakat atau kelompok masyarakat lain dari pertemuan-pertemuan itu akan terjadi apa yang dinamakan “proses peminjaman selektif”. Proses peminjaman selektif inilah yang kemudian mengakibatkan adanya perubahan suatu kebudayaan dan perubahan itu yang menandai adanya perkembangan atau dinamika kebudayaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kebudayaan dapat disebabkan antara lain :

1. Faktor dari dalam (Internal) antara lain discovery, infention, inovasi, dan enkulturasi.

2. Faktor eksternal antara lain meliputi : dipusi, akulturasi dan asimilasi

Enkulturasi adalah proses belajar budaya melalui pembudayaan nilai-nilai, norma-norma social budaya serta pola-pola tindakan dalam interaksi sosial agar menjadi milik pribadinya dan tebentuk dalam sikap dan prilakunya. Dengan kata lain, enkulturasi adalah proses mempelajari dan menyesuaikan sikap dan prilakunya dengan sistem nilai, sistem norma, adat istiadat dan pola-pola tindakan atau perilaku dalam interaksisosial budaya yang berlaku dalam kehidupan masyarakatnya.

Difusi adalah transfer (penjalaran atau penyebaran) unsur-unsur kebudayaan dari kelompok masyarakat yang satu ke dalam kelompok masyarakat yang lainnya. Difusi selain berperan sebagai pendorong kebudayaan juga memperkaya isi masing-masing kebudayaan. Difusi dapat terjadi apabila :

1. Adanya kelompok atau hubungan yang intensif antara dua kelompok yang berbeda kebudayaannya.

2. Tersedianya saran komunikasi.

3. Adanya rangsangan kedua belah pihak akan kebutuhan unsur baru.

4. Adanya kesediaan mental kedua belah pihak untuk menerima unsur baru.

5. Adanya kesiapan keterampilan untuk menerima unsur baru.

Ada tiga bentuk difusi :

1. Difusi ekspansi : suatu proses dimana informasi atau material menjalar dari satu daerah ke daerah lain semakin lama semakin luas. Contoh: urbanisasi, penyebaran system ruang,berita dari Koran atau tv.

2. Difusi reokasi : informasi atau materi pindah meninggalkan daerah asal ke suatu daerah baru. Contoh: transmigrasi

3. Difusi cascade atau bertingkat : penjalaran melalui tingkatan, bias dari atas ke bawah (top down) atau sebliknya ke bawah ke atas (bottom up), contoh:KB (top down), kebutuhan sarana jalan dari masyarakat, diteruskan ke kepala desa, camat, bupati, dan seterusnya (botton up).

Dalam perkembangannya pengertian akulturasi lebih di titik beratkan pada proses terjadinya fusi atau percampuran antara unsur-unsur kebudayaan yang saling bertemu. Hasil dari pencampuran itu dapat berupa: kedua unsur kebudayaan tersebut masih dapat dikenali atau salah satu unsur menjadi dominan. Atau dengan kata lain percampuran kebudayaan itu tidak menyebabkan hilangnya kepribadian suatu kebudayaan masyarakat.

Ada syarat utama untuk terjadinya akulturasi, yaitu adanya kontak social dan komunikasi antara dua kelompok masyarakat yang berbeda kebudayaannya. Kebudayaan asing akan relative mudah diterima apabila :

1. Tidak adanya hambatan geografis

2. Kebudayaan yang datang memberikan manfaat lebih besar bila dibandingkan dengan unsur kebudayaan yang lama.

3. Adanya persamaan dengan unsure-unsur kebudayaan sendiri

4. Adanya kesiapan pengetahuan dan keterampilan.

Menurut Koentjaraningrat, asimilasi adalah proses social yang timbul bila ada golongan-golongan manusia dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda saling bergaul langsung secara intensif untuk waktu yang lama sehingga kebudayaan-kebudayaan golongan tadi masing-masing berubah wujudnya menjadi unsur-unsur kebudayaan campuran. Dalam proses asimilasi peleburan budaya umumnya terjadi antara golongan mayoritas dengan golongan minoritas.

5) Pengertian Peradaban

Selain istilah kebudayaan, terdapat juga konsep tentang peradaban. Istilah peradaban atau keluhuran budi dalam bahasa inggris disebut civilzaation. Istilah tersebut sering digunakan untuk mengungkapkan unsur-unsur kebudayaan yang lebih tinggi, halus dan indah, seperti kesenian, ilmu pengetahuan, atau untuk menunjukan suatu kebudayaan yang lebih maju dan kompkeks, seperti sistem teknologi, sistem kenegaraan dan lain-lain.

Peradaban merupakan terjemahan dari kata civilization yang berasal dari kata civil (warga kota) daan sivitas (kota; kedudukan warga negara). Biasanya, peradaban juga disamakan dengan budaya dan kebudayaan dalam beberapa literatur. Menurut Hutington, peradaban mewujudkan puncak-puncak dari kebudayan. Manusia sebenarnya sudah mencapai puncak kebudayaan walaupun masih dalam taraf primitif. Frans Boas mengartikan peradaban sebagai keseluruhan bentuk reaksi manusia terhadap tantangan dalam menghadapi alam sekitar, individu ataupun kelompok.

6) Perbedaan antara Peradaban dan kebudayaan

1. Oswald membedakan antara peradaban dan kebudayaan. Menurutnya, dua hal tersebut merupakan dua gaya hidup yang berlawanan. Oswald berpendapat bahwa kebudayaan lebih dominan pada nilai-nilai spiritual yang menekan manusia pada perkembangan individu di bidang mental dan moral. Sementara itu, peradaban menurutnya, lebih mengarah kepada hal-hal bersifat material yang menekankan pada kesejahteraan fisik dan material.

2. Bieren de Han berpendapat bahwa peradaban adalah seluruh kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan teknik. Kebudayaan bagi Bieren, lebih menekankan kepada segala sesuatu yang berasal dari hasrat dan gairah yang lebih murni, berada di atas tujuan praktis hubungan masyarakat.

7) Perjalanan Peradaban

Perjalanan Peradaban, dalam perjalanan peradaban manusia, ada suatu fenomena yang harus dihadapi, yaitu terjadinya benturan peradaban. Hutington menyebutkan dengan istilah clash civilization. Pada zaman modern, Hutington meyakini bahwa peradaban-peradaban yang muncul akan menimbulkan proses benturan-benturan. Benturan itu terjadi bisa antara peradaban Barat Timur. Bisa juga karena perbedaan ideologi.[14]

 

 

BAB IV

PENUTUP

1. Kesimpulan

Sejarah berasal dari bahasa arab “syajara” artinya terjadi. Syajaratun artinya pohon kayu. Arti yang lain : Silsilah, Riwayat atau hikayat, Kisah dan tarikh.

Konsep waktu dalam sejarah mempunyai arti kelangsungan (continuity) dan satuan atau jangka berlangsungnya perjalanan waktu (duration). Kelangsungan waktu atas kesadaran manusia, terhadap waktu dibagi menjadi tiga dimensi, yaitu : waktu yang lalu, waktu yang sekarang dan waktu yang akan datang di dalam satu kontinuitas.

Dimensi waktu dalam sejarah adalah penting sekali, karena peristiwa yang menyangkut masyarakat manusia terjadi atau berlangsung dalam dimensi ruang dan waktu. Akan tetapi, karena tidak dapat ditentukan kapan waktu berawal dan kapan waktu berakhir maka terbatasnya konsep tentang kelangsungan waktu itu lalu dibatasi dengan awal dan akhir atas dasar kesadaran manusia yang disebut periode atau kurun waktu atau babakan waktu. Babakan waktu juga dinamai penjaman, seralisasi, periodesasi dan masa. Sejarah local merupakan ejarah yang terjadi di satu tempat saja.

Manusia sebagai makhluk sosial dalam menjalani hidup danpenghidupannya selalu mengalami apa yang disebut perubahan. Perubahan itu berlangsung terus menerus berlanjut dan berkesinambungan dari masa lampau hingga sekarang dan akan terus terjadi pada masa yang akan datang. Ada dua macam perubahan yaitu perubahan sosial dan perubahan kebudayaan, namun demikian keduanya tidak dapat dipisahkan secara tegas karena saling terkait. Perubahan sosial budaya dapat dibedakan menjadi tiga bentuk yaitu:

1. perubahan yang terjadi secara lambat dan perubahan yang terjadi secara cepat,

2. perubahan yang menimbulkan pengaruh kecil dan perubahan yang menimbulkan pengaruh besar, dan

3. perubahan yang dikehendaki atau direncanakan dan perubahan yang tidak dikehendaki atau tidak direncanakan.

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan sosial budaya ada yang berasal dari dalam masyarakat itu sendiri (internal) dan ada yang berasal dari luar masyarakat (eksternal). Kebudayaan tidak diwariskan secara biologis, tetapi diperoleh melalui proses belajar yang didukung oleh cipta, rasa, dan karsa. Kebudayaan diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. Tanpa masyarakat sukar manusia membentuk kebudayaan. Dengan adanya kebudayaan maka manusia dapat mempertahankan hidupnya. Kebudayaan meliputi kebudayaan yang bersifat material maupun kebudayaan yang bersifat non material.

Kebudayaan mempunyai unsur-unsur yang bersifat universal, maksudnya unsur tersebut dimiliki oleh semua budaya manusia dari masyarakat sederhana sampai masyarakat modern. Menurut C. Kluckhohn unsur-unsur kebudayaan itu meliputi bahasa, system peralatan dan hidupdan teknologi, sistem mata pencaharian hidup, organisasi sosial, sistem pengetahuan, sistem religi, dan kesenian. Ketujuh unsur kebudayaan yang bersifat universal itu menurut Koentjaraningrat mempunyai tiga wujud yaitu sistem budaya, system sosial, dan kebudayaan fisik.

Selain istilah kebudayaan, terdapat juga konsep tentang peradaban. Istilah peradaban atau keluhuran budi dalam bahasa inggris disebut civilzaation. Istilah tersebut sering digunakan untuk mengungkapkan unsur-unsur kebudayaan yang lebih tinggi, halus dan indah, seperti kesenian, ilmu pengetahuan, atau untuk menunjukan suatu kebudayaan yang lebih maju dan kompkeks, seperti sistem teknologi, sistem kenegaraan dan lain-lain.

Perbedaan kebudayaan dan Peradaban

1. Oswald membedakan antara kebudayaan dan peradaban. Menurutnya, dua hal tersebut merupakan dua gaya hidup yang berlawanan. Oswald berpendapat bahwa kebudayaan lebih dominan pada nilai-nilai spiritual yang menekan manusia pada perkembangan individu di bidang mental dan moral. Sementara itu, peradaban menurutnya, lebih mengarah kepada hal-hal bersifat material yang menekankan pada kesejahteraan fisik dan material.

2. Bieren de Han berpendapat bahwa peradaban adalah seluruh kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan teknik. Kebudayaan bagi Bieren, lebih menekankan kepada segala sesuatu yang berasal dari hasrat dan gairah yang lebih murni, berada di atas tujuan praktis hubungan masyarakat.

2. Saran

Dengan adanya Konsep waktu, Perubahan dan Kebudayaaan kita dapat mengetahui apakah semua materi tersebut berhubungan satu dengan yang lainnya. Dalam kaitannya dengan pemuda penerus bangsa hendaknya kita mengetahui tentang konsep waktu, sejarah lokal, perubahan sosbud dan konsep kebudayaan itu sendiri sehingga kecintaan terhadap bangsa dan negara lebih meyakini dan lebih dalam. Untuk itulah perlu kiranya pendidikan yang membahas/mempelajari tentang Konsep waktu, Perubahan dan Kebudayaaan. Untuk masyarakat Indonsia (baik bagi pembuat makalah, pembaca makalah serta yang lain) agar dapat mendalami materi tentang konsep waktu, perubahan dan kebudayaan yang kami jelaskan diatas. Semoga makalah kelompok kami ini bermanfaat bagi yang membacanya.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Winataputra, Udin S., dkk. Materi dan Pembelajaran IPS SD. Jakarta: Universitas Terbuka, 2007.

Rustam, Prof. Drs. H. Pengantar Ilmu Sejarah, Teori Filsafat Sejarah, Sejarah Filsafat, dan IPTEk. Jakarta: PT Rineka Cipta, 1999.

Hidayati, Mujinem, dan Anwar Senen. Pengembangan Pendidikan IPS SD. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, 2008.


[1] Udin S. Winataputra, dkk., 2007. Materi dan Pembelajaran IPS SD. Jakarta: Universitas Terbuka. hal: 5.3-5.5

[2] Prof. Drs. H. Rustam, 1999. Pengantar Ilmu Sejarah, Teori Filsafat Sejarah, Sejarah Filsafat, dan IPTEk. Jakarta: PT Rineka Cipta. hal: 2

[3] Hidayati, Mujinem, dan Anwar Senen., 2008.Pengembangan Pendidikan IPS SD. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. hal: 2.4-2.7 dan

[4]Udin S. Winataputra, dkk., 2007. Materi dan Pembelajaran IPS SD. Jakarta: Universitas Terbuka. hal: 5.10-5.11

[5] Hidayati, Mujinem, dan Anwar Senen., 2008 . Pengembangan Pendidikan IPS SD. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. hal: 2.8-2.9

[6] Udin S. Winataputra, dkk., 2007. Materi dan Pembelajaran IPS SD. Jakarta: Universitas Terbuka. hal: 5.8-5.9

[7] Prof. Drs. H. Rustam, 1999. Pengantar Ilmu Sejarah, Teori Filsafat Sejarah, Sejarah Filsafat, dan IPTEk. Jakarta: PT Rineka Cipta. hal: 21-26

[8] Udin S. Winataputra, dkk., 2007. Materi dan Pembelajaran IPS SD. Jakarta: Universitas Terbuka. hal: 5.18

[9] Hidayati, Mujinem, dan Anwar Senen., 2008 . Pengembangan Pendidikan IPS SD. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. hal: 2.11-2.12

[10] Udin S. Winataputra, dkk., 2007. Materi dan Pembelajaran IPS SD. Jakarta: Universitas Terbuka. hal: 5.20-21

[11] Udin S. Winataputra, dkk., 2007. Materi dan Pembelajaran IPS SD. Jakarta: Universitas Terbuka. hal: 5.24-5.26

[12] Hidayati, Mujinem, dan Anwar Senen., 2008. Pengembangan Pendidikan IPS SD. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. hal: 2.12-2.17

[13] Hidayati, Mujinem, dan Anwar Senen., 2008 . Pengembangan Pendidikan IPS SD. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. hal: 2.20-2.27

[14] Udin S. Winataputra, dkk., 2007. Materi dan Pembelajaran IPS SD. Jakarta: Universitas Terbuka. hal: 5.44-5.46